Berdamailah


 Cerita singkat untuk antalogi cerpen


Aku akan memperkenalkan kepada kalian seseorang yang begitu egois. Meski dia sudah tahu dia akan menyakiti seseorang, Dengan berusaha mengalahkan pendapat orang lain. Sumber dari kebahagiaan adalah ketenangan hati, yang tidak bisa didapat dengan menjatuhkan orang lain bahkan menyakiti perasaan orang lain. 

Dia adalah penyebab ketidakharmonisan yang terjadi. Setiap ketegangan berawal dari keinginan dia untuk selalu mempertahankan kebenaran dia sendiri. Menuntut orang lain berpandangan sama tetap seperti apa yang dia lihat. Iya itu Aku, aku adalah orang yang egois itu.

Jalan cerita yang aku sendiri tidak pasti, sangat keliru dengan apa yang berlaku. Tidak yakin ceritanya akan berjalan dengan baik, saya harap bisa. Seorang wanita penyendiri yang sering merasa takut untuk melakukan sesuatu, dan sudah memasuki tahun terakhir sebagai pelajar SMP. Saatnya pembagian kelas kembali hal yang kutakutkan bertemu dengan orang baru, aku bingung harus memulai dengan siapa dan harus bagaimana.

Perempuan itu! Aku mengenalnya dia satu organisasi denganku, aku akan mengajaknya untuk duduk bersama. “Hei Eriska kau mau duduk bersama?”. Tersadar disekeliling ada teman-temannya membuat takut dia menolak. Namun dengan senyuman diwajahnya tanpa ragu perempuan itu berkata “Ayok, kebetulan aku belum ada teman sebangku”. Ternyata dia tidak keberatan untuk duduk bersamaku, aku yang begitu senang langsung mencari tempat duduk yang layak untuk ditempati di ruang kelas.

Ruang kelas baru dengan teman sekelas baru begitu sangat menakutkan, tapi aku sangat bersyukur banyak orang ramah disana dua Perempuan didepan kami membuat suasana tidak menjadi canggung mereka langsung mengajak kami berbicara tanpa ragu, kebetulan mereka berdua teman sekelasku dahulu namun dulunya aku rasa kami tidak begitu dekat “Hei Alfina kita sekelas lagi” dengan wajah gembiranya dia menyapaku, aku hanya bisa tersenyum puas dengan itu.

Menyadari Eriska itu tinggal didekat rumahku membuat kami sering bermain bersama, ia mengenalkanku kepada teman-temannya salah seorang dari mereka bernama Opra dia tinggal sangat dekat dengan rumahku. Temanan kami sangat hangat hingga bisa dikatakan kami tidak akan terpencar. Aku juga mendapatkan teman dekat baru disekolah didalamnya juga ada Eriska dan kedua teman kelas ku, aku merasa heran karena dahulu kami yang tidak begitu dekat bisa menjadi sangat dekat sekarang. Mereka semua merupakan teman terbaik, hingga aku sadar aku yang tidak cukup baik untuk menjadi teman mereka. Aku khawatir hubungan persahabatan ini tidak berjalan lama, dan benar. 

Aku tidak cukup ingat kapan hal itu terjadi, namun aku tahu itu kesalahanku. Kini kembali asing, padahal aku sangat yakin kami begitu dekat. Ini salahku aku begitu ingat kesalahanku ini.

Disisi lain diriku merasa lelah dengan sebuah keadaan yang tidak bisa ku jelaskan dan ini berdampak kepada temanku, mereka menjadi pelampiasan amarahku bisa saja hal kecil namun aku besar-besarkan “Mood Swing’’ itu yang mereka katakan. Semua orang punya masalahnya masing-masing bukan? tergantung bagaimana mereka bisa menghadapinya, aku menghadapinya dengan amarah da nitu adalah cara mengahadapi masalah yang salah “Kita patah karenanya, sementara dibelahan bumi lainnya, ada yang patah karena kita-FJ”. Aku bertanya kembali kepada teman ku “bagaimana kalian bisa mengahadapi diriku yang begitu labil dulu?” mereka menganggap diriku seorang yang baik, seorang humoris, aktif danseorang pendengar yang baik. 

Kiranya sudah tak terhitung berapa banyak keluh kesah dari mereka kepadaku. Seringkali bahkan tentang masalah-masalah yang belum ku hadapi dengan lanyahnya aku berikan solusi terbaik untuk mereka, namun menurutku itu semua palsu. Kadang aku merasa bingung pada diriku sendiri. 

Saat itu kami diperbolehkan membuat karya tari yang akan ditampilkan untuk perpisahan pada waktu kelulusan. 

Aku dengan teman-temanku sedang berencana untuk membuat penampilan bersama dan bisa ditampilkan pada waktu perpisahan nanti “Ayok kita buat pertunjukan tari melayu, aku ada dapat inspirasi dari Youtube dan itu sangat bagus” seperti biasa mereka selalu mendukungku dan ikut dalam kegiatan latihan. Hari pertama latihan tidak berjalan dengan baik, perbedaan pendapat membuat latihan kami kacau, dan aku yang terlalu menuntut teman-tamanku sepakat dengan apa yang aku berikan, namun teman-temanku menolak pendapatku “Sudah lah tak perlu kita lanjutkan latihan ini”. Aku marah dan meninggalkan tempat serta mengasingkan diri.

Aku tidak menegur teman-temanku disekolah dan karena Eriska juga termasuk teman-temanku yang ada dirumah kemungkinan dia menceritakan kepada mereka, aku menyadari teman-temanku rumahku juga tidak menegurku. Aku semakin marah dan mencurahkan keluh kesahku kepada seorang teman biasa yang bahkan tidak terlalu dekat denganku karena aku sedang butuh tempat cerita “Kalau aku memiliki masalah dengan temanku, kenapa temanku yang lain juga pada mendiamkan ku? Aku tidak sedang membutuhkan waktu sendiri, yang kubutuhkan mereka tempat aku cerita”. Teman ku berkata “ Mungkin saja mereka takut menegurmu karena mereka mengira kamu juga marah kepada mereka”. Jika tak mampu menjadi pensil untuk menulis kebahagiaan orang lain, jadilah seperti penghapus untuk mengapus kesedihan orang lain. 

Dengan hati yang sedih aku berfikir bahwa ini memang kesalahanku tapi kenapa mereka semua menghindariku, ini bukan masalah besar. Semua kekacauan terjadi berawal dari diri kita sendiri, dari pikiran kita, dari cara pandang kita melihat segala sesuatu. Tapi kita selalu menyelesaikan dengan ego, dengan berusaha untuk mengalahkan pendapat orang lain, dan kekecewaan paling sakit baru kurasakan saat ini. Ketika tak ada yang bisa disalahkan, namun hanya bisa menyalahkan diri sendiri.

Raut muka mulai menghitam. Sepasang mata yang kemarin berbinar mulai meredup. Bibir yang sering tersenyumpun mulai mengatup. Ada yang salah? Tidak jawabku “Aku hanya bersedih”. Ternyata curahanku tersebut terdengar bersama teman-teman rumahku dan mereka mendatangi rumahku untuk meminta maaf karena mendiami ku, namun karena aku yang begitu sedih merasa kecewa aku mengatakan “Aku maafin namun aku tidak bisa bergabung kembali” Memaafkan itu sulit. Namun melanjutkan hidup dengan penuh kebencian jauh lebih sulit. Aku ingin sekali bertemu, dengan seseorang yang tanpa diminta menjadikan dirinya telinga. tangisku pecah saat itu.

Masalahku yang tidak jelas dengan teman rumahku pun selesai, dan masalahku dengan teman sekolahku masih berlanjut hingga perpisahan. Aku masih belum yakin yang membuatku bingung untuk bergaul dengan siapa. Aku tetap tampil dalam perpisahan namun tidak bersama dengan teman-temanku. 

Perpisahan sekolah itu yang paling menyedihkan dalam seumur hidup karena tidak ada satupun teman yang mengajakku untuk foto perpisahan. Maksudku teman dekat. Apa yang dibutuhkan untuk mendamaikan hati? Memaafkan diri sendiri, lalu memaafkan orang lain. Aku yang tidak mau menyalahkan keadaan dan kondisi, dan tidak mau menyalahkan pribadi seseorang.

Aku hanya kecewa pada diriku sendiri. Aku memang egois, dan kenalkan inilah aku. Sesungguhnya yang aku butuhkan bukan lupa. Tapi sembuh...

Terkadang apa yang pernah terjadi dalam hidup kita itu hanya sebuah kenangan. Memori yang mungkin ada manis dan pahit. Namun semua itu telah mengajarkan kita tentang arti kehidupan. Kadang-kadang yang datang maupun yang pergi telah melukiskan kenangan tersendiri dalam kehidupan. 

Namun itu hanya sekedar kenangan yang mungkin akan mengingatkan ataupun bakal mengajarkan kita untuk membetulkan kesalahan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan semoga kalian yang membaca ini bisa mendapatkan pelajaran dari pengalamanku, aku sudah berdamai dengan teman-temanku tapi.. ya tidak sedekat dulu. Aku sudah mendapatkan teman dekat yang baru sekarang dan tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. 

Semoga kita semua bisa menekan ego kita agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.

Meski sebelah sayap telah patah karena kesedihan, jangan pernah lelah untuk mengukir senyuman sekuntum. Tak ada alasan untuk kita terus larut dalam kekecewaan.


Komentar

Postingan Populer